Potensi Air Tanah Kota Malang Menipis
Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Malang Jemianto mengemukakan, dari tiga sumur bor milik PDAM di wilayah Tidar, satu di antaranya sudah mengering. Padahal, menurut Jemianto, sumur bor dengan kedalaman 120 meter tersebut baru berusia enam tahun.
Selain di Tidar, mengeringnya sumur bor juga terjadi di Kelurahan Baran Wonokoyo Kecamatan Kedungkandang Kota Malang yang sebelumnya dikelola swasta. “Kini mereka tidak lagi bisa mengelola sumur bor tersebut dan menyerahkan pengelolaannya kepada PDAM,” kata Jemianto, Kamis (17/3/2011) di Malang.
Penyebab kejadian :
Pemkot Malang belum mengatur mengenai batas maksimal pengambilan air bawah tanah. Dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2006 tentang pengelolaan air tanah dan Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang retribusi perizinan pengelolaan air tanah hanya disebutkan mengenai ketentuan perizinan pengambilan air bawah tanah dan tata cara pengambilannya, misalnya dengan ketentuan diameter pipa yang dipakai. Diatur pula bahwa pengambilan air bagi konsumsi sehari-hari dengan kuantitas di bawah 100 meter kubik per bulan tidak diperlukan izin.
Bagian Lingkungan Hidup Kota Malang
mencatat, sepanjang tahun 2006-2008, pengambilan air bawah tanah
mencapai 636.860 meter kubik per hari. Dalam rentang waktu itu,
sedikitnya 105 institusi yang secara resmi mengambil air bawah tanah
di Kota Malang. Rata-rata sejumlah perusahaan swasta dan hotel di
Kota Malang mengambil air untuk berbagai kebutuhannya lebih dari 500
meter kubik per hari, bahkan mencapai puluhan ribu meter kubik per
hari.
Anggota fraksi Partai Amanat Nasional
DPRD Kota Malang Pujianto menilai, selama ini kontrol terhadap
pengambilan air bawah tanah di Kota Malang masih lemah. Sehingga
sulit mendeteksi seberapa jauh penggunaan air tanah di Kota Malang.
“Akibatnya, penegakan hukum terhadap perusahaan yang mungkin
mengambil air secara berlebihan juga sulit dilakukan,” ujar
Pujianto.
Kebijakan
yang diambil :
Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jatim Simpul Malang, Purnawan D Negara mengatakan, seharusnya ada pembatasan terhadap kuantitas air tanah yang diambil. “Jika tidak ada pembatasan, dengan menggunakan teknologi canggih mereka bisa menjadi pihak yang paling diuntungkan. Sementara rakyat tanpa teknologi cenderung dirugikan karena akan terkalahkan,” katanya.
Kritik :
Menurut Purnawan, masyarakat kurang menyadari bahwa air bawah tanah adalah sumber air yang terbentuk bukan dalam hitungan puluhan tahun namun hingga ratusan tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar